Kasus Kekerasan Anak di Batam Meningkat, Ini Kata Wali Kota Amsakar

AQNZhM9vvEt8UMuuaIeppfWpcYE1IwaSA3z4jfNLOg7boQaGm2HmO_wPojhtam9gw0p0OE5cxqRF20XwdqUPL0Kdr3uVv8sibx_AyLPnQhDoWOaebjwW9M4uVRta_vaA

Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, bersama Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra saat menggelar kegiatan Ngopi Bareng Media di Kopi Boemi, Kota Batam, Selasa (7/10/2025). (Foto: mun)

BATAM (marwahkepri.com) — Wali Kota Batam Amsakar Achmad menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Batam sepanjang tahun 2025. Data tersebut terungkap berdasarkan catatan Jaringan Safe Migran Kota Batam yang menunjukkan lonjakan signifikan jumlah kasus dan korban.

“Kami sedih dengan data yang ada itu. Angkanya memang meningkat signifikan dan ini tentu perlu menjadi perhatian bersama,” ujar Amsakar, Jumat (19/12/2025).

Amsakar menilai, lonjakan kasus tersebut menjadi sinyal penting perlunya penguatan koordinasi lintas pemangku kepentingan untuk menekan angka kekerasan, khususnya terhadap anak dan perempuan.

“Data ini mengisyaratkan bahwa koordinasi lintas stakeholder harus diperkuat agar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa diminimalisir,” katanya.

Meski demikian, Amsakar mengingatkan bahwa peningkatan angka laporan tidak sepenuhnya bermakna negatif. Menurutnya, kondisi ini juga bisa mencerminkan meningkatnya kesadaran dan keberanian masyarakat untuk melapor, dibandingkan sebelumnya.

“Bisa jadi sekarang masyarakat sudah lebih terbuka dan berani melapor. Kalau dulu mungkin masih takut atau ragu,” ujarnya.

Sebagai upaya konkret, Pemerintah Kota Batam bersama DPRD Batam telah menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Ramah Anak, yang diharapkan menjadi instrumen hukum penting dalam memperkuat perlindungan anak.

“Perda ini menjadi jawaban untuk meminimalisir kasus-kasus yang terjadi. Dengan regulasi yang ada, perlindungan terhadap anak-anak kita Insya Allah akan semakin kuat,” kata Amsakar.

Berdasarkan data Jaringan Safe Migran Batam, kekerasan seksual menjadi kasus paling dominan sepanjang 2025 dengan jumlah 52 hingga 65 korban. Amsakar menilai kondisi tersebut mengindikasikan bahwa banyak kasus terjadi di lingkungan terdekat korban, termasuk dalam keluarga.

“Ini berarti ketahanan keluarga yang harus kita bangun bersama. Jangan sampai setiap persoalan keluarga dilampiaskan kepada anak,” tegasnya.

Untuk menekan angka kekerasan, Pemko Batam akan memperkuat sinergi dengan berbagai pihak, seperti Komisi Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta instansi terkait lainnya.

“Saya akan segera berbicara dengan Asisten Pemerintahan dan Kesra untuk memperkuat koordinasi lintas instansi, termasuk mengidentifikasi penyebab-penyebab utama kasus ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaringan Safe Migran Kota Batam mencatat 340 kasus kekerasan dengan 448 korban sepanjang tahun 2025. Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan tahun 2024 yang mencatat 164 korban, menunjukkan persoalan kekerasan masih menjadi isu serius di Batam.

Korban terbanyak berasal dari PMI nonprosedural sebanyak 114 orang, disusul kasus eksploitasi ekonomi (81 korban) dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebanyak 79 korban. Selain itu, tercatat pula kasus KDRT (43 korban), penelantaran, kekerasan fisik, serta perundungan dengan jumlah lebih kecil.

Berdasarkan kelompok usia, anak-anak menjadi kelompok paling rentan dengan 132 korban, melonjak tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara korban dewasa tercatat 316 orang, juga mengalami peningkatan signifikan.

Sebagian besar kekerasan terjadi dalam relasi kerja dan lingkungan terdekat, termasuk keluarga, menandakan masih lemahnya upaya pencegahan meskipun kesadaran pelaporan mulai meningkat. MK-mun

Redaktur: Munawir Sani