Setelah 10 Tahun, Operasi Pencarian MH370 Kembali Digelar Mulai 30 Desember
Ilustrasi kendaraan bawah air otonom (AUV) yang digunakan dalam pencarian pesawat MH370. (f: metaai)
Pencarian tahap terbaru ini akan berlangsung selama 55 hari dan dipimpin oleh perusahaan eksplorasi asal Amerika Serikat, Ocean Infinity, dengan skema no find, no fee atau tanpa hasil tanpa bayaran. Menteri Transportasi Malaysia, Loke Siew Fook, menyebut Ocean Infinity akan menerima imbalan sebesar USD 70 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun apabila berhasil menemukan bangkai pesawat tersebut.
Sebelumnya, pencarian sempat dimulai pada Maret 2025, namun dihentikan akibat kondisi cuaca buruk di Samudra Hindia selatan. Pada tahap lanjutan ini, Ocean Infinity akan menyisir area seluas sekitar 15.000 kilometer persegi yang diyakini sebagai lokasi jatuhnya MH370.
Dalam operasi tersebut, perusahaan mengerahkan kapal permukaan tanpa awak yang mengoordinasikan armada kendaraan bawah air otonom (autonomous underwater vehicles/AUV). AUV tersebut mampu melakukan pemetaan hingga kedalaman hampir 6.000 meter dengan memanfaatkan teknologi sonar multibeam, sub-bottom profilers, serta pencitraan resolusi tinggi.
Pakar kedirgantaraan Universiti Kuala Lumpur Malaysian Institute of Aviation Technology, Profesor Mohd Harridon Mohamed Suffian, menilai pencarian kali ini memiliki peluang lebih besar dibandingkan upaya sebelumnya. Menurutnya, keterbatasan teknologi menjadi kendala utama dalam operasi pencarian terdahulu.
“Walaupun pencarian sebelumnya berhasil memetakan area dasar laut yang luas, resolusi dan konsistensi datanya belum selalu cukup untuk mengidentifikasi puing-puing kecil atau terfragmentasi dengan tingkat keyakinan yang tinggi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sistem otonom generasi terbaru memungkinkan survei yang lebih rinci dan sistematis, sehingga mengurangi kemungkinan puing pesawat terlewat di lingkungan bawah laut yang kompleks. Harridon menegaskan pencarian ini bukan didasarkan pada data satelit baru, melainkan pada pemanfaatan teknologi yang lebih canggih untuk menguji asumsi lokasi yang sudah ada.
Terkait kondisi kotak hitam, Harridon menyebut perangkat tersebut memang dirancang untuk menahan tekanan ekstrem dan korosi, meski hanya untuk jangka waktu tertentu. Namun, ia tidak menutup kemungkinan sebagian data masih dapat dipulihkan apabila bangkai pesawat berhasil ditemukan.
Sementara itu, mantan kepala pilot Malaysia Airlines sekaligus pakar penerbangan, Nik Ahmad Huzlan Nik Hussain, menilai keberanian Ocean Infinity melanjutkan pencarian dengan skema no find, no fee menunjukkan tingkat keyakinan tertentu.
“Mereka bersedia mengambil risiko karena biaya operasional relatif lebih rendah, sementara potensi imbalannya sangat besar,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa kondisi laut di Samudra Hindia selatan cenderung lebih tenang pada periode ini, sehingga meningkatkan peluang keberhasilan operasi.
Meski demikian, Nik Ahmad mengingatkan bahwa menemukan bangkai pesawat tidak serta-merta berarti mengangkatnya ke permukaan.
“Ini adalah operasi pencarian, bukan pengangkatan. Menemukan pesawat bisa berarti konfirmasi visual atau sonar. Untuk mengangkat puing-puing, terutama kotak hitam, diperlukan operasi terpisah dengan kapal dan peralatan khusus,” jelasnya. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani
