Dirjen Bea Cukai Sebut Celah FTZ jadi Penyebab Beras Ilegal Masuk Lewat Sabang dan Batam
Dirjen Bea Cukai Djaka Budi Utama. (Foto: detikcom/Ilyas Fadilah)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menanggapi temuan ratusan ton beras impor ilegal yang masuk melalui Pelabuhan Sabang dan Batam.
Ia menjelaskan bahwa kedua wilayah tersebut merupakan free trade zone (FTZ) atau kawasan perdagangan bebas yang memiliki aturan khusus berbeda dari daerah kepabeanan nasional.
“Batam dan Sabang merupakan free trade zone yang punya regulasi tersendiri,” ujar Djaka di Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Djaka menyebutkan, mekanisme pengawasan barang di kawasan FTZ memang berbeda. Karena itu, langkah yang perlu diperkuat kini adalah pengawasan terhadap barang yang keluar dari Batam dan Sabang menuju wilayah Indonesia lainnya.
“Yang perlu kita atur adalah bagaimana barang-barang yang keluar dari Batam maupun Sabang itu bisa terawasi oleh Bea Cukai,” jelasnya.
Selama ini, barang yang masuk ke FTZ tidak dikenakan bea masuk karena status kawasan tersebut, namun pengawasan ketat seharusnya diberlakukan ketika barang akan dipindahkan ke wilayah pabean Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memimpin langsung penyegelan terhadap masuknya beras ilegal di dua wilayah tersebut. Sebanyak 250 ton beras ilegal di Sabang dan 40,4 ton beras ilegal di Batam diamankan aparat pada Senin malam (24/11/2025).
Di Batam, kapal pengangkut beras ilegal bahkan belum sempat bersandar penuh di Pelabuhan Tanjung Sengkuang ketika petugas bergerak menyegel seluruh muatannya.
Selain beras, aparat juga menyita berbagai barang impor ilegal lainnya, antara lain 4,5 ton gula pasir, 2,04 ton minyak goreng, 600 kg tepung terigu, 900 liter susu, 240 botol parfum, 360 bungkus mi impor dan 30 dus produk frozen food.
Penyegelan tersebut menjadi salah satu langkah Kementerian Pertanian dan aparat terkait untuk menekan masuknya pangan ilegal yang dapat mengganggu stabilitas harga dan distribusi di dalam negeri. MK-mun/dtk
Redaktur: Munawir Sani
