Desentralisasi Belum Sepenuhnya Berpihak pada Bintan Pesisir

733cc6ac-97e3-426e-8881-740136c51c70

Desentralisasi pada dasarnya dirancang untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat pembangunan, dan memberi ruang bagi daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Namun dalam konteks Bintan Pesisir, idealisasi tersebut masih terasa jauh dari kenyataan. Meskipun pemerintah daerah memiliki kewenangan yang besar, pemerataan pembangunan antara wilayah daratan dan pesisir masih memperlihatkan ketimpangan yang jelas. Desa-desa pesisir seperti Kelong, Mantang, Mapur, dan pulau-pulau kecil lainnya masih menghadapi keterbatasan infrastruktur dasar, transportasi laut yang minim, hingga pelayanan pendidikan dan kesehatan yang belum merata.

Masalah utama muncul dari keterbatasan kapasitas fiskal daerah. Desentralisasi fiskal yang seharusnya membantu daerah justru menimbulkan ketergantungan pada dana transfer pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bintan yang sebagian besarbergantung pada sektor pariwisata tidak memberikan dampak signifikan bagi desa-desa pesisir yang tidak terintegrasi dengan kawasan wisata utama. Kondisi ini menyebabkan pembangunan pesisir berjalan lambat dan tidak mampu mengejar ketertinggalan wilayah darat. Masyarakat pesisir akhirnya merdeka secara administratif”, tetapi belum merdeka secara pembangunan.

Selain itu, tumpang tindih kewenangan pengelolaan lautantara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenmembuat penanganan persoalan pesisir menjadi tidak efektif. Pengawasan illegal fishing masih lemah, konflik ruang antara nelayan dan investasi pariwisata masih sering terjadi, dan pengelolaan lingkungan seperti mangrove dan terumbu karang terabaikan. Desentralisasi tanpa koordinasi justru menciptakan ruang abu-abu yang mempersulit implementasi kebijakan yang berpihak pada masyarakat pesisir.

Masalah lainnya adalah kurangnya keterlibatan masyarakat nelayan dalam proses perencanaan pembangunan. Walaupun mekanisme Musrenbang telah diterapkan, aspirasi warga pesisir sering berhenti di tingkat desa dan tidak naik ke agenda kabupaten. Inilah ironi desentralisasi partisipatifmekanisme ada, tetapi ruang pengaruh masyarakat tetap kecil. Pembangunan pariwisata di Bintan yang digadang-gadang sebagaiikon ekonomi daerah” pun tidak selalu melibatkan masyarakat pesisir, sehingga mereka hanya menjadi penonton di tanah sendiri.

Pada akhirnya, persoalan Bintan Pesisir menunjukkan bahwa desentralisasi bukan hanya soal menyerahkan kewenangan ke daerah, tetapi bagaimana daerah mampu mengelola kewenangan tersebut secara adil dan merata. Tanpa penguatan kapasitas pemerintah lokal, pembenahan tata kelola, serta komitmen pemerataan pembangunan hingga wilayah paling jauh, desentralisasi hanya menjadi konsep administratif yang tidak membawa perubahan nyata bagi masyarakat pesisir. Bintan Pesisir membutuhkan desentralisasi yang bukan hanyadilimpahkan”, tetapi jugadimampukan”.

Oleh : Herdianus Dihe Sanga

Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji