Terkuak! Gubernur Riau Diduga Peras Bawahan Demi Jalan-jalan ke Inggris dan Brasil

langkah-gubernur-riau-menuju-mobil-tahanan-usai-ditetapkan-tersangka-1762338291282_169

Gubernur Riau Abdul Wahdi (Foto: Pradita Utama/detikcom)

JAKARTA(marwahkepri.com) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap bawahannya di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau. Kasus ini terungkap setelah operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (3/11/2025).

Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Kadis PUPR Riau M. Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam sebagai tersangka. Ketiganya diduga terlibat dalam praktik pemerasan yang disebut sebagai ‘jatah preman’ terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau.

Ancaman dan Setoran ‘Jatah Preman’ Rp 7 Miliar

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini bermula dari pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR Riau Ferry Yunanda dan enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) wilayah I–VI pada Mei 2025. Pertemuan itu membahas pemberian fee proyek sebesar 2,5 persen untuk Abdul Wahid terkait penambahan anggaran proyek jalan dan jembatan dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

Namun, menurut KPK, Kadis PUPR Arief Setiawan kemudian menaikkan permintaan menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar. Para pejabat yang menolak disebut diancam dicopot atau dimutasi dari jabatannya.

“Permintaan ini dikenal di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau dengan istilah jatah preman,” ujar Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan.

KPK Sita Rp 1,6 Miliar dalam OTT

Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan uang Rp 1,6 miliar dalam tiga mata uang: rupiah, dolar AS, dan poundsterling. Uang itu disita dari sejumlah lokasi, termasuk rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan, yang kini telah disegel KPK.

“Tim mengamankan Rp 800 juta di Riau, lalu menemukan USD 3.000 dan GBP 9.000 saat penggeledahan di rumah Abdul Wahid,” kata Tanak.

Setoran Bertahap dan Penggunaan untuk Pelesiran

KPK mengungkap setoran dilakukan tiga kali sepanjang Juni–November 2025, dengan total mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp 7 miliar.

Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut uang itu dikumpulkan untuk keperluan pribadi Abdul Wahid, termasuk perjalanan ke luar negeri ke Inggris, Brasil, dan Malaysia.

“Makanya dikumpulkan di tenaga ahlinya untuk kebutuhan pribadi, termasuk lawatan ke luar negeri,” ujar Asep.

Bawahan Sampai Gadaikan Sertifikat

KPK juga menemukan fakta bahwa sejumlah kepala UPT terpaksa meminjam uang hingga menggadaikan sertifikat tanah ke bank demi memenuhi permintaan setoran.

“Seharusnya dengan kondisi anggaran defisit, jangan membebani bawahannya dengan permintaan seperti ini. Ini ironis,” tegas Asep. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani