Fenomena Langka Komet 3I/ATLAS Bangkitkan Antusiasme Publik terhadap Ruang Antarbintang

AQMuv-4JvJ7ldEa8Un-v-afk4nK28PaWjA8HchobTRKAtPpHaQxEDb0k6R7zP0UN0h_fMY2XEuyDbKqSAG0DMUyUK4t3hst1QmegrVjATWkDsIuwelv2E-AZB7LskA7JzqrT5UoU-UhRQ4Xu5u8v_jD2qZrGKw

Ilustrasi komet antarbintang 3I/ATLAS yang tengah melintas di dalam tata surya. (f: mun)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Langit malam kembali memantik rasa ingin tahu publik setelah penemuan komet 3I/ATLAS dikonfirmasi NASA sebagai objek antarbintang ketiga yang pernah melintas di tata surya manusia. Fenomena langka ini kembali membuka babak baru dalam upaya ilmuwan memahami asal-usul benda langit dari luar sistem Matahari.

Komet 3I/ATLAS pertama kali terdeteksi oleh sistem teleskop survei ATLAS (Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System) di Rio Hurtado, Chile, pada 1 Juli 2025. Objek ini menarik perhatian para astronom karena lintasannya yang hiperbolik — tanda khas bahwa ia bukan berasal dari tata surya kita, melainkan dari ruang antarbintang.

“3I/ATLAS adalah bukti bahwa tata surya kita tidak terisolasi di alam semesta. Ada interaksi dinamis antara sistem bintang yang mungkin membawa material dari tempat lain,” tulis NASA dalam keterangan resminya.

Komet tersebut saat ini berada sekitar 670 juta kilometer dari Bumi, melaju dengan kecepatan lebih dari 61 kilometer per detik atau 221 ribu kilometer per jam. Saat mencapai titik terdekatnya pada 30 Oktober 2025, 3I/ATLAS akan melintas di dalam orbit Mars sebelum kembali melaju keluar dari tata surya.

Para ilmuwan memastikan komet ini tidak berpotensi menabrak Bumi. Jarak terdekatnya dari planet kita mencapai 270 juta kilometer, atau sekitar tujuh ratus kali jarak Jakarta–New York.

Meski tidak berbahaya, kemunculannya menimbulkan euforia di kalangan pengamat langit dan komunitas astronomi amatir. Banyak yang membandingkannya dengan dua pendahulunya — ʻOumuamua (2017) yang berbentuk seperti cerutu dan Borisov (2019) yang menyerupai komet klasik.

“Setiap kali kita menemukan objek antarbintang, kita seperti mendapatkan ‘pesan’ dari galaksi lain,” kata Dr. Amy Mainzer, peneliti dari University of Arizona. “Mereka membawa petunjuk tentang bagaimana sistem bintang lain terbentuk.”

NASA dan berbagai observatorium dunia kini berlomba mengamati karakteristik 3I/ATLAS lebih rinci, termasuk komposisi gas dan debunya. Hasil analisisnya diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan besar: apakah bahan pembentuk tata surya kita juga tersebar di tempat lain di galaksi ini. MK-dtc

Redaktur : Munawir Sani