Kepri Siap Dukung Program MBG dan Percepatan Penuntasan TBC

IMG_8188

Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengikuti Rakor Pelaksanaan Program MBG dan percepatan penuntasan TBC dilaksanakan secara virtual, Senin (29/9/2025). (Foto: kepriprov)

TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) – Gubernur Kepri Ansar Ahmad menegaskan kesiapan Pemprov Kepri untuk mendukung penuh agenda nasional berupa pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis dan percepatan penuntasan tuberkulosis (TBC).

Menurut Gubernur Ansar, kedua agenda nasional tersebut sejalan dengan komitmen Pemprov Kepri untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

“Kami akan memperkuat koordinasi lintas sektor, melibatkan Puskesmas dan sekolah, serta memastikan setiap dapur MBG memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi sesuai standar baru yang telah disederhanakan Kementerian Kesehatan,” ungkap Gubernur Ansar dalam Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Kementerian Dalam Negeri secara virtual, Senin (29/9/2025).

Langkah dalam pelaksanaan Program MBG dan percepatan penuntasan TBC ini disebut Ansar untuk menjamin makanan sehat, aman, dan bergizi bagi anak-anak, sekaligus melindungi generasi Kepri dari ancaman TBC.

Adapun Rakor membahas dua isu strategis nasional tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dari Gedung Sasana Bhakti Praja.

Rakor ini turut dihadiri Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta Wakil Kepala Badan Gizi Nasional. Secara virtual juga hadir Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi, para kepala daerah, serta unsur forkopimda se-Indonesia.

Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa Indonesia saat ini masih menjadi negara dengan TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.

“Kita sangat serius menangani hal ini. Kepala daerah beserta jajarannya menjadi ujung tombak penanganan di daerah masing-masing, terutama di wilayah dengan prevalensi tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, terkait pelaksanaan program MBG, Mendagri menyampaikan hasil Rakor yang berlangsung sehari sebelumnya, Minggu (28/9/2025). Beberapa keputusan penting diambil, di antaranya:

1. Penghentian sementara SPPG atau dapur MBG yang bermasalah untuk evaluasi dan investigasi menyeluruh, mencakup kedisiplinan, kompetensi, serta kualitas juru masak.

2. Kewajiban pemerintah daerah, K/L, dan pemangku kepentingan terkait untuk aktif melakukan pengawasan program MBG melalui kolaborasi lintas sektor guna memastikan kualitas implementasi.

3. Setiap SPPG wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) sebagai syarat operasional untuk menjamin standar keamanan pangan.

4. Puskesmas dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dilibatkan secara berkala dalam pemantauan SPPG agar terbangun sistem pengawasan preventif dan berkelanjutan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan itu juga menegaskan pentingnya penyederhanaan aturan Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai bagian dari upaya menjamin keamanan pangan program MBG.

 

“Jika sebelumnya pengusaha makanan wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar dari Dinas Pariwisata, kini tidak diperlukan lagi. Yang wajib adalah memenuhi persyaratan teknis kesehatan, yakni Surat Izin SPPG, layout dapur, serta sertifikat kursus keamanan pangan siap saji bagi penanggung jawab dan penjamah makanan. Ini untuk memudahkan sekaligus memperkuat standar higienitas,” jelas Menkes.

Menko PMK Pratikno menekankan bahwa pengarusutamaan penanggulangan TBC harus menjadi kesadaran bersama.

“Ada tiga kewajiban daerah, yaitu mengintegrasikan agenda TBC dalam forum koordinasi daerah, melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif, serta melibatkan seluruh petugas dan penyuluh di daerah. Bahkan materi TBC wajib diintegrasikan dalam pelatihan aparatur,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin yang mengingatkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 134 ribu kematian akibat TBC di Indonesia.

“Sejak tahun 2020, Kemenkes telah memonitor empat indikator utama, yaitu penemuan kasus, inisiasi pengobatan, keberhasilan pengobatan, serta pemberian terapi pencegahan TBC,” jelasnya. MK-rah

Redaktur: Munawir Sani