49 Persen Komisaris BUMN Dinilai Tak Kompeten, KPK Desak Reformasi Rangkap Jabatan

67162bf85ecc1

Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.(ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong lahirnya aturan yang lebih tegas terkait larangan rangkap jabatan bagi pejabat publik. Dorongan ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN maupun swasta, hingga pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.

Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menegaskan perlunya regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) untuk memperjelas definisi, ruang lingkup, daftar jabatan yang dilarang dirangkap, hingga sanksi jika aturan itu dilanggar.

“Langkah ini penting untuk menutup celah konflik kepentingan yang bisa berujung pada praktik korupsi,” kata Aminudin dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

Reformasi Regulasi dan Remunerasi

Selain itu, KPK juga mendorong sinkronisasi putusan MK dengan sejumlah undang-undang, di antaranya UU BUMN, UU Pelayanan Publik, UU ASN, dan UU Administrasi Pemerintahan.

KPK turut mengusulkan reformasi sistem remunerasi pejabat publik melalui skema gaji tunggal (single salary system). Dengan begitu, peluang memperoleh penghasilan ganda akibat rangkap jabatan dapat dihapuskan.

“Reformasi ini juga perlu diperkuat dengan pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN maupun lembaga publik agar transparansi dan akuntabilitas bisa terjaga,” ujar Amin.

Standar Pengawasan Internasional

KPK juga merekomendasikan penyusunan SOP investigasi konflik kepentingan yang mengacu pada standar OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). SOP ini nantinya dapat dijalankan oleh Inspektorat maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN agar kasus rangkap jabatan bisa diawasi lebih konsisten.

Data hasil kajian KPK bersama Ombudsman tahun 2020 menunjukkan, dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan, hampir 49 persen tidak sesuai dengan kompetensi teknis. Sementara itu, 32 persen di antaranya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang berujung pada lemahnya pengawasan dan risiko rangkap pendapatan yang mencederai rasa keadilan publik.

Kajian Mendalam Lintas Lembaga

Kajian yang dilakukan KPK sejak Juni–Desember 2025 ini melibatkan 10 lembaga publik melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. KPK juga berkolaborasi dengan Kementerian PANRB, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), akademisi, hingga pakar etika pemerintahan dan antikorupsi.

“Tujuan utamanya adalah menghasilkan rekomendasi valid dan presisi untuk memperbaiki sistem, etika, serta profesionalitas pejabat publik,” ujar Amin.

Menurutnya, putusan MK semakin mempertegas urgensi pembenahan tata kelola jabatan publik agar praktik rangkap jabatan tidak lagi menjadi celah konflik kepentingan, serta pejabat publik dapat fokus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. MK-komp

Redaktur : Munawir Sani