Pembayaran Utang DPRD Natuna Diduga Langgar SP, Rp 2 Miliar Kendaraan Cair

5b420035-fb47-458d-8c45-4fd95d0b8ced

Kabag Umum Sekretariat DPRD Natuna, Heru Chandra (kiri) dan Kepala Inspektorat Natuna Muhamad Amin. (Foto: nang)

NATUNA (marwahkepri.com) – Publik kini mempertanyakan integritas dan kepatuhan Sekretariat DPRD Natuna setelah terkuak dugaan pembayaran utang tahun anggaran 2024 tak sesuai Surat Pesanan (SP), dokumen yang sah seharusnya menjadi acuan mutlak.

Padahal, setiap pembayaran harus mengacu pada SP dan Standar Satuan Harga (SSH). Penyedia berhak menerima pembayaran penuh sesuai nominal dokumen tersebut.

Namun, dalam praktiknya di lapangan menunjukkan pola berbeda. Hutang kepada penyedia dibayar tidak sesuai dengan SP yang mereka buat.

Menanggapi hal ini, Kabag Umum Sekretariat DPRD Natuna, Heru Chandra, mengakui mekanisme pembayaran mengacu pada surat Inspektorat kabupaten Natuna.

“Pembayaran kita lakukan sesuai surat dari Inspektorat,” ujarnya, Senin, 25 Agustus 2025.

Fakta mencolok, utang kendaraan pimpinan dan wakil pimpinan DPRD senilai Rp 2 miliar justru sudah dibayar lunas lebih dulu, tanpa kendala anggaran.

Sementara itu, utang belanja modal barang dan jasa lainnya digantung dan dibayar tak menentu. Sehingga menimbulkan dugaan adanya intevensi pihak tertentu.

Surat Inspektorat Natuna menyebut kondisi keuangan daerah tidak memungkinkan pembayaran besar sekaligus, sehingga harus bertahap. Namun, surat tersebut juga menekankan kewajiban verifikasi dan komunikasi dengan penyedia sebelum pembayaran.

Ironisnya, Kepala Inspektorat Natuna, Amin, memilih bungkam. Beberapa kali didatangi, ia selalu disebut “sedang rapat”. Apakah ini bentuk pembiaran, atau ada hal lain yang ditutupi?

Publik menuntut jawaban mengapa SP yang seharusnya menjadi pedoman justru diabaikan? Mengapa kepentingan kendaraan pimpinan diprioritaskan di tengah kewajiban lain yang belum diselesaikan?

Kasus ini menambah panjang daftar persoalan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Jika dibiarkan, praktik semacam ini berpotensi merugikan penyedia, melemahkan kepercayaan publik, dan mencoreng nama DPRD Natuna di mata masyarakat. MK-nang

Redaktur: Munawir Sani