OPINI | Menyulam Konektivitas untuk Pembangunan Kepulauan Riau yang Merata

ccc

Oleh Encik Ryan Pradana Fekri, ST.,M.PWK. *

PROVINSI Kepulauan Riau (Kepri) dengan hamparan 2.408 pulau dan 96% luas wilayahnya merupakan lautan, adalah gambaran nyata bahwa Kepri merupakan salah satu provinsi yang membuktikan Indonesia sebagai negara maritim. Kepri adalah permata di Selat Malaka, gerbang perdagangan internasional, dan penyangga kedaulatan di perbatasan. Namun, di balik geliat pembangunan ekonomi yang sering kali terpusat di Batam dan Bintan, tersembunyi sebuah paradoks yang dalam.

Sebagai provinsi kepulauan, justru kesenjangan infrastruktur dan aksesnya menjadi tantangan terberat yang menghambat pemerataan pembangunan dan penguatan daya saing. Ironis, bukan? Sebuah provinsi yang hidup dari lautan justru kerap terputus oleh lautan sendiri. Padahal penyediaan dan akses terhadap infrastruktur dasar bukan lagi sekedar program pembangunan, melainkan sebuah komitmen nyata untuk keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Ini adalah kunci yang akan membuka semua potensi Kepri, menjadikannya bukan hanya kaya secara geostrategis, tetapi juga tangguh, merata, dan benar-benar berdaya saing.

Penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, sanitasi, telekomunikasi, dan transportasi di daratan Jawa atau Sumatera mungkin bisa diselesaikan dengan pendekatan konvensional berbasis darat. Tetapi di Kepri, pendekatan tersebut rasanya tidak cukup relevan dengan kondisi geografisnya. Setiap kebijakan harus dimulai dari pertanyaan: bagaimana menjangkau pulau-pulau kecil dan terpencil yang dihuni masyarakat? Tanpa jawaban yang memadai, pulau-pulau tersebut bukan hanya tertinggal, namun secara perlahan akan terisolasi, terpinggirkan, dan kehilangan akses.

Penyediaan air bersih misalnya, bukan hanya sekadar membangun instalasi pengolahan air, tetapi juga tentang teknologi desalinasi yang efisien untuk daerah kepulauan serta sistem distribusi yang mampu mengatasi jarak. Demikian pula dengan listrik, ketergantungan pada diesel harus segara dialihkan kepada energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, yang justru melimpah ruah di kepulauan, untuk menciptakan kemandirian energi dan keberlanjutan.

Infrastruktur transportasi bagi Kepri memegang peranan penting yang sangat vital karena tersedianya konektivitas antarpulau merupakan prasyarat mutlak untuk pembangunan wilayah. Moda transportasi kapal yang andal, terjadwal, dan terjangkau secara harga adalah equivalent dengan bus kota atau angkutan umum bagi masyarakat daratan. Ketika jadwal kapal tidak menentu, tarifnya mahal, atau kondisi kapalnya tidak layak, maka akses masyarakat ke pusat kesehatan, pendidikan, dan pusat kegiatan ekonomi menjadi terhambat.

Anak-anak di Pulau Tujuh yang ingin melanjutkan pendidikan ke Tanjung Pinang dapat terhambat apabila akses transportasi sulit. Ibu hamil di Pulau Serasan yang membutuhkan pertolongan medis darurat di Batam berada dalam situasi yang sangat rentan jika tidak adanya moda transportasi yang memadai dan cepat. Sehingga investasi dalam penguatan infrastruktur transportasi maupun penyediaan moda transportasi yang optimal merupakan sebuah keharusan untuk dilakukan demi memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain transportasi laut, infrastruktur darat di dalam pulau juga tidak kalah penting untuk dibenahi. Jalan yang menghubungkan desa ke pelabuhan, jalan yang memudahkan petani dan nelayan mengangkut hasil bumi ke pasar, adalah penghubung terakhir (last mile connectivity) yang menentukan. Seringkali, sebuah pulau memiliki pelabuhan yang layak, tetapi jalan menuju ke permukiman warga masih berlumpur dan tidak tembus. Membuat rantai distribusi terputus dan meningkatkan biaya logistik secara signifikan. Pembangunan jalan dan jembatan di masing-masing pulau harus menjadi prioritas untuk mengintegrasikan ekonomi lokal dan memastikan manfaat pembangunan tidak hanya dinikmati oleh kawasan pesisir atau zona ekonomi khusus saja.

Keberadaan infrastruktur digital adalah nafas bagi perkembangan peradaban dan penentu mengalirnya arus informasi di masyarakat. Kesetaraan akses terhadap internet dan telekomunikasi adalah penjegal kesenjangan digital yang dapat memperparah ketimpangan. Bagi masyarakat kepulauan, internet bukan sekedar untuk media sosial, melainkan alat untuk mengakses informasi pasar bagi nelayan, platform untuk menjual produk lokal ke pasar yang lebih luas, sarana untuk belajar bagi sekolah, dan akses untuk telemedisin bagi yang tinggal di daerah tanpa dokter tetap.

Pemasangan kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan antar pulau. Dengan konektivitas digital yang merata, geografi fisik yang terpencil dapat ditanggulangi. Para pengrajin tenun dan tudung manto di Pulau Lingga misalnya bisa memasarkan karyanya ke pasar internasional dan penyedia jasa guide wisata di Anambas juga bisa mempromosikan paket diving-nya ke turis mancanegara. Potensi lokal daerah dapat berkembang dan meluas pemasarannya jika didukung oleh akses jaringan telekomunikasi yang memadai.

Namun, membangun infrastruktur di kepulauan bukan berarti tanpa tantangan, biaya yang mahal, secara teknis lebih rumit, dan membutuhkan perawatan ekstra karena terpapar air laut serta cuaca ekstrem, hal inilah yang sering menjadi alasan lambatnya pembangunan. Perlu political will yang kuat dan pendekatan yang kreatif juga inovatif, anggaran pemerintah pusat dan daerah harus dialokasikan secara proporsional walaupun di tengah kebijakan efisiensi anggaran saat ini, dengan memprioritaskan proyek-proyek yang berdampak langsung pada konektivitas serta pemberdayaan masyarakat.

Skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dapat dilakukan sebagai upaya pembiayaan alternatif dengan insentif yang tepat untuk menarik investasi swasta, khususnya dalam penyediaan infrastruktur dasar dan pemanfaatan energi terbarukan. Selain itu, pendekatan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal, mudah dirawat, dan ramah lingkungan harus diutamakan.

Dalam proses pembangunan infrastruktur juga harus inklusif dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat, yang memahami betul karakteristik geografis daerah yang mereka tinggali, mereka harus dilibatkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pemeliharaan. Keterlibatan masyarakat bukan hanya sekedar memenuhi prinsip demokratis dalam pembangunan namun juga sebagai upaya untuk menciptakan infrastruktur yang penyediaannya benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat serta menumbuhkan rasa kepemilikan yang kuat, sehingga akan mendorong rasa sukarela untuk menjaga dan memelihara aset-aset infrastruktur yang dibangun agar tidak terbengkalai, sehingga investasi pembangunan yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Provinsi Kepulauan Riau tidak boleh lagi dilihat sebagai kumpulan pulau yang terpisah-pisah, melainkan sebagai kesatuan jaringan yang dinamis, dimana setiap pulau adalah simpul yang saling terhubung dan saling menguatkan. Membangun Kepri secara merata adalah tindakan yang harus dilakukan segera, upaya untuk menyulam kesatuan dari keragaman, menyambung pulau dengan kemajuan, dan memastikan bahwa kemakmuran bukan hanya untuk segelintir orang di pusat-pusat ekonomi saja, tetapi untuk seluruh masyarakat Kepri yang tersebar di seluruh gugusan pulaunya. Menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru secara merata dan setara antar pulau di Kepri untuk mewujudkan masa depan Kepri yang berdaya saing dan sejahtera.

 

* Encik Ryan Pradana Fekri, ST., M. PWK. aktif sebagai Praktisi di bidang Perencanaan Wilayah dan Kota dan juga merupakan Pengajar di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Nasional Bandung serta merupakan anggota aktif dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia.

Email     : [email protected]
No. HP    : 085860102199