98190413-2665-4763-8053-71bbc13b16a3

Theater Tari Tupeng (Topeng) menghibur masyarakat di lapangan bola desa Pulau Tiga, Rabu (12/08/2025) malam. (Foto: nang)

NATUNA (marwahkepri.com) – Kendati cuaca tak sepenuhnya bersahabat, ratusan warga tetap berdatangan menuju lapangan bola desa Pulau Tiga, Rabu (12/08/2025) malam.

Satu per satu kursi plastik yang tertata rapi di depan panggung atraksi mulai terisi, diiringi riuh suara anak-anak, tawa orang tua, dan semangat yang menular.

Malam itu, warga menyaksikan sebuah pagelaran langka yakni Theater Tari Tupeng (Topeng), seni pertunjukan tradisional khas Natuna yang kini nyaris tak terdengar lagi gaungnya.

Pertunjukan dibuka dengan kisah seorang putri raja yang tengah bersantai di tepi pantai. Ditemani para dayang-dayangnya, ia menikmati deburan ombak dan semilir angin laut.

Namun entah mengapa, tiba-tiba sang putri cantik jelita itu pun jatuh pingsan. Raja yang mendengar kabar itu segera datang dan memerintahkan segala cara untuk menyelamatkan putri kesayangannya.

Dari bisikan para leluhur, sang raja mengetahui bahwa penyembuhan hanya bisa dilakukan melalui Tari Topeng. Tujuh penari topeng pun dipanggil. Mereka membentuk lingkaran, menari mengelilingi sang putri, sementara bunyi muding goong—gendang besar khas Natuna—menggema di udara.

Tepuk tangan penonton pecah setiap kali hentakan kaki dan gerakan tangan para penari berpadu dengan irama gong.

Pertunjukan dibagi menjadi tiga babak, masing-masing menyuguhkan energi dan magisnya sendiri. Pada babak terakhir, sang putri siuman, disambut sorak gembira penonton yang larut dalam cerita.

Sebagai penutup, sang raja berjanji akan menikahkan putrinya dengan penari yang telah menyelamatkannya.

Lebih dari sekadar hiburan, Tari Topeng—atau Tupeng—adalah warisan budaya takbenda yang sarat nilai spiritual dan sejarah. Di masa lampau, tarian ini dipercaya mampu mengusir penyakit dan bala, sekaligus menjadi media penyampaian pesan moral. Namun, arus modernisasi membuatnya semakin jarang dipentaskan.

Inisiatif pergelaran ini datang dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV UPT Kementerian Kebudayaan, yang berupaya menghidupkan kembali seni tradisional Natuna. Meski tak dihadiri pejabat dari pusat, acara ini sukses memukau penonton. Mereka tak hanya disuguhi tontonan, tetapi juga diajak menyelami filosofi yang terkandung di dalamnya.

Bagi warga Pulau Tiga Barat, malam itu bukan sekadar hiburan, melainkan pengingat bahwa budaya adalah identitas. Selama masih ada yang menarikan, memainkan musik, dan menceritakan kisahnya, Tari Topeng akan tetap hidup. Dan siapa pun yang hadir malam itu tahu, mereka menjadi saksi sejarah kecil yang menghidupkan kembali denyut nadi warisan leluhur di ujung utara Indonesia. MK-nang

Redaktur: Munawir Sani