Balai Pelestarian Kebudayaan Kepri Mulai Identifikasi 481 Keramik Muatan Kapal Tenggelam

Sebanyak 481 keramik hasil pengangkatan tinggalan bawah air atau benda muatan kapal tenggelam (BMKT) mulai dikaji melalui studi identifikasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Kepulauan Riau, di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (SSBA) Kota Tanjungpinang, Kamis (10/7/2025). (Foto: MC Tanjungpinang)
TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) – Sebanyak 481 keramik hasil pengangkatan tinggalan bawah air atau benda muatan kapal tenggelam (BMKT) mulai dikaji melalui studi identifikasi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Kepulauan Riau, di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (SSBA) Kota Tanjungpinang, Kamis (10/7/2025).
Proses identifikasi dilakukan oleh enam orang pegawai BPK Wilayah IV, dibantu tim dari Museum SSBA. Koleksi keramik berasal dari dua kelompok penyerahan tahun 2014, yakni 79 buah dari TNI AU Tanjungpinang dan 402 buah titipan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepri.
Pamong Budaya Ahli Muda BPK Wilayah IV, Azwar Sutihat, menjelaskan bahwa kajian ini penting dilakukan karena selama bertahun-tahun belum pernah dilakukan studi mendalam terhadap koleksi keramik tersebut.
“Kami melakukan identifikasi untuk mengetahui asal-usul keramik. Dari hasil awal, sebagian besar berasal dari Tiongkok pada masa Dinasti Qing abad ke-17,” jelas Azwar.
Tim juga memetakan jenis, bentuk, dan motif keramik, seperti piring, mangkuk, dan teko, yang didokumentasikan secara sistematis untuk menjadi basis data BPK Wilayah IV.
Selanjutnya, BPK Wilayah IV berencana menggelar FGD guna membahas tindak lanjut pengelolaan koleksi yang sebagian besar masih berstatus titipan.
“Kalau statusnya sudah jelas, tentu pemanfaatannya juga akan lebih mudah. Kami ingin ada justifikasi dari para stakeholder agar koleksi ini bisa dimanfaatkan secara optimal oleh museum,” ujarnya.
Azwar menambahkan, metode identifikasi didasarkan pada ciri khas keramik Tiongkok masa lalu yang biasa dibawa kapal dagang dan kemudian tenggelam di perairan Nusantara, termasuk Kepri. Setiap dinasti di Tiongkok memiliki gaya dan karakteristik produksi keramik yang khas, sehingga keramik dapat diidentifikasi berdasarkan dinasti dan periode pembuatannya.
Salah satu contoh yang ditemukan adalah jenis Batavia ware, yang diproduksi sekitar tahun 1672–1677 pada masa Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing. Jenis ini merupakan produk pesanan khusus dari VOC, di mana Tiongkok mengirimkan keramik ke Batavia (kini Jakarta), kemudian didistribusikan oleh VOC atau pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Eropa.
“Ciri khas Batavia ware adalah bagian luar yang berwarna cokelat dan bagian dalam berwarna biru-putih. Dari identifikasi jenis, bentuk, dan motif seperti inilah kita dapat menentukan periode produksi keramik,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri, melalui Kepala UPTD Museum SSBA, Siti Umi Muslimah, menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang telah terjalin.
“Terima kasih kepada Tim BPK Wilayah IV yang telah cepat menindaklanjuti surat permohonan kami untuk melakukan identifikasi,” kata Siti.
Ia menyebut, sejak dititipkan pada tahun 2014, koleksi keramik tersebut belum pernah dikaji secara mendalam.
“Alhamdulillah, setelah kurang lebih 11 tahun, akhirnya proses identifikasi dapat dilakukan oleh BPK Wilayah IV. Harapan kami, setelah seluruh tahapan dan perizinan selesai, koleksi keramik tersebut bisa dimanfaatkan dan diinformasikan kepada masyarakat,” ucapnya.
Sebagai bagian dari upaya pemanfaatan koleksi, museum juga merencanakan menggelar pameran temporer yang akan menampilkan keramik-keramik tersebut.
“InsyaAllah, jika telah mendapatkan izin, koleksi ini akan kami tampilkan dalam pameran temporer pada Oktober 2025,” tutup Siti. MK-rah
Redaktur: Munawir Sani