Wagub NTT Geram, Minta Pelaku Penganiayaan ART Asal Sumba Dihukum Setimpal

I (23) menjalani perawatan intensif di RS Elisabeth Batam. (Foto: mun)
BATAM (marwahkepri.com) – Kasus penganiayaan terhadap seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial I (23), oleh majikannya di Kota Batam memicu kemarahan berbagai pihak. Salah satunya datang dari Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma, yang mendesak agar kasus ini diusut hingga tuntas.
“Kita sayangkan kejadian ini. Saya sudah minta agar kasus ini diproses dan pelakunya dihukum setimpal,” tegas Johni, Selasa (24/6/2025) seperti dilansir dari Liputan6.com
Johni, yang merupakan mantan Kapolda NTT, mengaku langsung menghubungi Kapolda Kepri Irjen Asep Safrudin setelah menerima laporan soal penganiayaan pada Minggu (22/6/2025).
Dalam diskusi dengan Kapolda, ia mendapat informasi bahwa dua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rosliana (42), majikan korban, dan Merlin (22), sesama ART yang merupakan kerabat korban.
Kasus ini mencuat setelah beredar video wajah korban yang lebam parah di media sosial. Video itu memicu kemarahan publik dan langsung direspons cepat oleh Satreskrim Polresta Barelang. Berdasarkan penyelidikan, penganiayaan dilakukan berkali-kali selama Intan bekerja sejak Juli 2024.
“Motif utamanya sepele. Karena korban lupa menutup kandang, dua anjing majikan berkelahi dan terluka. Itu memicu kemarahan pelaku,” kata Kasat Reskrim AKP Debby Tri Andrestian dalam konferensi pers, Senin (23/6/2025).
Pelaku memukuli Intan dengan berbagai benda, seperti raket listrik, ember plastik, serokan sampah, kursi lipat, hingga buku. Merlin ikut melakukan kekerasan atas perintah Rosliana.
Kepada polisi, Intan juga mengaku dipaksa memakan kotoran anjing dan meminum air parit sebagai bentuk hukuman. Tak hanya itu, pelaku menerapkan sistem “denda” dan mencatatnya dalam buku dosa untuk setiap kesalahan, bahkan yang sepele seperti telat bangun atau salah memotong daging.
Ironisnya, meski telah bekerja hampir setahun, Intan tidak pernah menerima gaji, padahal dijanjikan upah Rp1,8 juta per bulan.
Saat ini korban tengah dirawat intensif di RS Elisabeth Batam, dalam kondisi memprihatinkan. Ia mengalami memar berat, kekurangan gizi, dan sempat menjalani transfusi darah.
Wakil Gubernur Johni Asadoma mengimbau seluruh warga NTT di Batam untuk tidak melakukan aksi balasan, dan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
“Serahkan semuanya ke aparat. Biarkan hukum yang berbicara,” ujar Johni.
Sementara itu, pihak kepolisian telah menyita sejumlah barang bukti dan menahan kedua pelaku.
Keduanya dijerat dengan Pasal 44 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp 30 juta. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani