Balita IQ 132 dan Dilema Anak Supercerdas: Bukan Cuma Hebat, Tapi Butuh Dukungan Khusus

ilustrasi. (Foto: iStock)
INGGRIS (marwahkepri.com) – Di balik kekaguman dunia terhadap balita bernama Joseph Harris-Birtill yang berhasil masuk komunitas anak jenius Mensa di usia 2 tahun, terdapat tantangan besar yang jarang disorot: bagaimana membesarkan anak dengan kecerdasan luar biasa tanpa kehilangan esensi masa kanak-kanak.
Lahir pada 23 November 2021, Joseph mencatatkan skor IQ 132, ambang minimal untuk bisa diterima di komunitas jenius internasional Mensa, yang hanya menaungi sekitar 2 persen populasi dunia dengan kecerdasan paling tinggi.
Namun lebih dari sekadar angka, perkembangan Joseph sungguh luar biasa:
-
Mengucap kata pertama di usia 7 bulan
-
Membaca buku lengkap dengan suara keras di usia 21 bulan
-
Kini, ia tengah belajar kode Morse, alfabet Yunani, dan mulai tertarik pada tabel periodik unsur kimia
Sang ibu, Dr. Rose Harris-Birtill, seorang dosen di University of St Andrews, menyadari bahwa kecerdasan anaknya butuh pendekatan parenting khusus. Bukan hanya soal kebanggaan, tapi juga keseimbangan emosional, sosial, dan psikologis.
“Minatnya sangat luas dan beragam, dan ia menyukai tantangan,” ujar Dr. Rose.
Dia pun menghubungi Mensa bukan untuk mengejar gelar, tapi mencari dukungan dan sumber daya daring yang mampu menstimulasi anaknya secara positif tanpa membebaninya.
Dalam masyarakat yang kerap mengagungkan “anak pintar”, banyak orang tua tak menyadari bahwa anak-anak seperti Joseph bisa merasa terasing, bosan dengan materi biasa, atau bahkan mengalami tekanan sosial karena tidak punya teman sebaya yang “nyambung”.
Kisah Joseph kini disejajarkan dengan Isla McNabb, anak jenius asal Kentucky, AS, yang bergabung ke Mensa di usia 2 tahun dan 195 hari. Fenomena ini menunjukkan bahwa kemajuan kognitif anak tidak selalu linier dengan usia, tapi tetap butuh pendampingan penuh cinta dan empati. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani