Dugaan Korupsi Pengaturan Cukai di Karimun Bikin Negara Rugi Rp 182,9 Miliar

bnm

Kepala Kejati Kepri, Teguh Subroto. (Foto: sempadan)

TANJUNGPINANG (marwahkepri.com) — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam pengaturan barang kena cukai di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Kabupaten Karimun.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri, negara dirugikan hingga Rp 182,9 miliar.

“Tadi kami menerima hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP atas dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Karimun pada periode 2016–2019,” ujar Kepala Kejati Kepri, Teguh Subroto, Kamis (15/5/2025).

Penanganan perkara ini bermula dari temuan internal Kejati dan laporan masyarakat mengenai peredaran rokok non-cukai di wilayah Karimun. Setelah dilakukan penelusuran, penyidik menemukan sejumlah indikasi penyimpangan yang mengarah pada kerugian keuangan negara.

“Setelah kami dalami dan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, ditemukan indikasi kuat pelanggaran. Hari ini hasil perhitungan kerugian negara sudah kami terima secara resmi,” jelas Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri, Mukharom.

Rincian kerugian negara berdasarkan perhitungan BPKP Kepri adalah sebagai berikut:

  • Rp143,5 miliar dari hilangnya penerimaan cukai rokok,

  • Rp14,3 miliar dari kehilangan potensi pajak penghasilan,

  • Rp25,1 miliar dari potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak masuk kas negara.

Pemeriksaan hingga saat ini telah melibatkan 25 saksi dari unsur perorangan dan korporasi. Meski belum ada tersangka yang ditetapkan, Kejati Kepri menyebut penetapan status hukum akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Mudah-mudahan secepatnya bisa kami umumkan tersangka. Proses pendalaman terhadap para saksi masih terus berjalan,” tutup Mukharom.

Kejati Kepri memastikan akan menindak tegas setiap bentuk praktik korupsi, terutama yang berdampak langsung pada pendapatan negara dari sektor cukai dan pajak. MK-rah

Redaktur: Munawir Sani