Pemerintah Minta Pengusaha Penggilingan Serap GKP Rp 6.500 per kg, Presiden Tegaskan Jangan Korbankan Petani

Ilustrasi Foto. (Ist)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Pemerintah telah meminta seluruh pengusaha penggilingan untuk menyerap gabah kering panen (GKP) sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025, yaitu sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg). Perintah ini juga dipertegas oleh Presiden Prabowo Subianto yang mengingatkan agar pengusaha penggilingan tidak mengorbankan petani dalam meraup keuntungan.
Persatuan Perusahaan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) menyampaikan bahwa seluruh anggotanya telah melaksanakan pembelian GKP sesuai dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang ditetapkan setelah keputusan tersebut terbit. Bahkan, saat ini beberapa anggota Perpadi membeli GKP dengan harga yang lebih tinggi dari ketentuan HPP.
“Penggilingan padi anggota Perpadi sudah melaksanakan pembelian GKP sesuai ketetapan pemerintah, dan bahkan pembelian di gudang PP harganya Rp 6.700-6.800. Ada juga yang masih membeli di harga Rp 7.000-an,” ujar Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso dalam wawancaranya dengan detikcom, Senin (17/2/2025).
Namun, Sutarto menambahkan bahwa keuntungan dari pembelian HPP GKP bagi pengusaha penggilingan berskala kecil cenderung terbatas. Hal ini terkait dengan harga jual, biaya produksi, hingga rendemen yang diperoleh pengusaha.
“Persaingan di perberasan luar biasa. Kapasitas PP secara keseluruhan tiga kali lebih besar dari kapasitas produksi gabah kita. Jadi, sebenarnya keuntungan per kilogram sangat kecil, terutama bagi pengusaha penggilingan kecil. Bagi PP besar, karena produksinya lebih besar, keuntungan keseluruhan menjadi lebih besar,” jelas Sutarto.
Meski begitu, Sutarto memastikan bahwa pengusaha penggilingan tetap menyesuaikan harga jual beras dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Diketahui bahwa HET beras tahun ini tetap sama dengan tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 12.500 per kg untuk beras medium dan Rp 15.800 per kg untuk beras premium.
“HET itu adalah harga acuan pemerintah agar bisa mengambil tindakan mitigasi atau koreksi jika harga beras tidak terkendali. Pengusaha beras akan menyesuaikan harga jual dengan ketetapan HET yang berlaku,” ungkapnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Pertanian dari Asosiasi Ekonom Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait HPP yang ditetapkan. Ia menyebutkan bahwa kenaikan HPP GKP dan gabah kering giling (GKG) antara 8,3% hingga 10,8% merupakan langkah untuk menjaga agar petani tetap mendapatkan insentif ekonomi yang memadai.
Namun, Khudori menyoroti bahwa besaran HET yang tetap sama dengan tahun sebelumnya berisiko mengurangi ketersediaan beras medium dan premium di supermarket serta ritel modern.
“Kebijakan ini berpotensi menyebabkan hilangnya beberapa merek beras premium di pasar modern. Hal ini mungkin terjadi secara perlahan karena beras dari gabah dengan harga lama masih beredar di pasar,” jelas Khudori kepada detikcom.
Menurut Khudori, karena HET beras tidak dinaikkan, penggilingan memiliki dua pilihan: pertama, mereka akan menjual beras sesuai HET namun mengorbankan kualitas, atau kedua, mereka akan menjual beras sesuai dengan kualitas tetapi dengan harga yang lebih tinggi dari HET.
“Jika ini terjadi, kita mungkin akan melihat kejadian yang serupa dengan yang terjadi pada Maret-April 2024, di mana beras premium akan menghilang dari supermarket dan ritel modern. Yang mendominasi pasar adalah beras dari SPHP milik BULOG dan beras khusus yang tidak diatur HET-nya,” pungkasnya. Mk-detik
Redaktur: Munawir Sani