Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan memberikan penjelasan terkait polemik Bandara IMIP di Morowali. (f: net)
Jakarta – Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya angkat bicara terkait polemik Bandara IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah. Ia menegaskan bahwa pembangunan bandara tersebut dilakukan dengan keterlibatannya langsung ketika masih menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bandara IMIP sebelumnya menuai sorotan karena beroperasi tanpa kehadiran aparat negara seperti Bea Cukai, mengingat lokasinya berada di kawasan industri yang didominasi investasi China.
Luhut menjelaskan bahwa pemberian izin pembangunan bandara merupakan fasilitas umum bagi investor besar, sebagaimana praktik yang lazim dilakukan di negara lain.
“Mengenai izin pembangunan lapangan terbang, keputusan itu diambil dalam rapat yang saya pimpin. Itu diberikan sebagai fasilitas bagi investor, sebagaimana lazim dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand,” ujar Luhut, yang kini menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN).
Ia menegaskan bahwa dirinya adalah pihak yang paling aktif melobi China untuk berinvestasi dalam hilirisasi nikel. China saat itu disebut sebagai satu-satunya negara yang memiliki teknologi dan kesiapan industri yang dibutuhkan.
Luhut bahkan mengaku menjalin komunikasi langsung dengan sejumlah petinggi China, termasuk Presiden Xi Jinping, demi memastikan kerja sama tetap sesuai aturan nasional.
Di Morowali, Luhut mengklaim telah mengamankan investasi China senilai USD 20 miliar. Karena itu, menurutnya wajar jika investor meminta fasilitas tertentu.
“Jika mereka berinvestasi USD 20 miliar, wajar mereka meminta fasilitas tertentu selama tidak melanggar ketentuan nasional,” ujarnya.
Luhut juga menegaskan bahwa Bandara IMIP hanya untuk penerbangan domestik sehingga tidak memerlukan layanan Bea Cukai atau Imigrasi. Ia membantah anggapan bahwa bandara tersebut pernah didorong menjadi bandara internasional.
“Kami tidak pernah mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi Bandara Internasional,” tegasnya.
Selain itu, Luhut menyampaikan bahwa sejak 2021 ia telah meminta KLHK untuk menindak tegas perusahaan hilirisasi asal China yang belum memenuhi standar lingkungan.
Ia kemudian menjelaskan bahwa hilirisasi nikel merupakan strategi besar yang sudah ia gagas sejak 2001, yang baru berjalan optimal ketika Kawasan Industri Morowali berkembang pada era SBY dan kemudian diresmikan pada masa Presiden Jokowi. Meski Jokowi sempat ragu terkait kebijakan penghentian ekspor ore, Luhut meyakinkan bahwa manfaat jangka panjang akan jauh lebih besar.
“Saya sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas,” katanya.
Setelah kebijakan disetujui, China mulai bekerja sama, dan hilirisasi berkembang menjadi industri bernilai ekspor hingga USD 34–38 miliar per tahun. Luhut menegaskan bahwa setiap keputusan yang ia ambil adalah bagian dari strategi nasional yang terukur.
“Dalam sebuah kerja sama, mustahil semua pihak menang; selalu ada proses give and take,” ujar Luhut.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa perannya dalam pembangunan Bandara IMIP merupakan bagian dari strategi besar memperkuat industri dalam negeri. MK-dtc
Redaktur : Munawir Sani
