Dugaan Gratifikasi Menguat, KPK Sorot Renovasi Mewah Gedung Daerah Natuna

Bupati Natuna Cen Sui Lan ditemui di DPRD Natuna, Kamis (3/7/2025). (Foto: nang)
NATUNA (marwahkepri.com) – Aroma dugaan gratifikasi semakin kuat membayangi Pemerintah Kabupaten Natuna. Mulai dari renovasi ruang kerja bupati dan wakil bupati, hingga penggantian perabotan mewah di gedung daerah diduga dilakukan tanpa proyek resmi, tanpa transparansi, dan tanpa jejak dalam dokumen anggaran pemerintah.
Hasil penelusuran mengungkap bahwa renovasi ini melibatkan aktor-aktor non-pemerintah. Proses pengukuran awal sebelum renovasi bahkan dilakukan oleh seseorang berinisial “I”, yang mengaku diperintah oleh seorang pengusaha berinisial “B”.
Pengusaha tersebut disebut-sebut bertindak atas perintah langsung dari Bupati Natuna, Cen Sui Lan.
“I diperintah oleh B, pengusaha dari Ranai, yang mengaku atas perintah Bupati Cen Sui Lan, untuk ukur gedung sebelum renovasi dan meminta kunci ke pejabat,” ungkap seorang ASN yang enggan disebutkan namanya, Kamis (3/7/2025).
Perubahan fisik ruang kerja bupati dan renovasi Gedung Daerah diketahui terjadi secara signifikan. Namun ketika dikonfirmasi, Kepala Bagian Umum Pemkab Natuna, Isparta, justru menyatakan bahwa tidak ada pencatatan aset baru, dan renovasi tersebut bukan bagian dari proyek resmi di bawah unit kerjanya.
“Tidak ada (perubahan aset), masih tetap aset yang sama. Kan saya sudah sampaikan, itu bukan proyek di bagian kami,” ujarnya defensif, Kamis (3/7/25).
Pernyataan ini bertentangan dengan fakta di lapangan. Satpol PP Natuna bahkan mengonfirmasi adanya aktivitas mencurigakan seperti pengangkutan barang oleh truk pada malam hari, serta pekerjaan renovasi yang dilakukan pada hari libur.
“Anggota kami lihat sendiri tukang kerja di hari libur, malam-malam di kantor Bupati. Truk juga masuk bawa barang ke Gedung Daerah, tapi kami tidak tahu isinya, bisa jadi memang perabotan,” terang Kasi Ops Satpol PP kepada media ini.
Ketika dikonfirmasi usai acara di DPRD Natuna, Kamis (3/7/2025), Bupati Cen Sui Lan hanya memberikan jawaban singkat dan mengarahkan agar pertanyaan ditujukan kepada wakil bupati atau sekda.
“Tanya aja ke wakil bupati atau sekda,” jawabnya singkat.
Sementara itu, Wakil Bupati Natuna, Jarmin Sidik, mengakui pernah meminta penggantian karpet karena alasan kebersihan, tetapi tidak mengetahui proses dan pihak yang melaksanakan renovasi tersebut.
“Saya memang pernah minta ke bupati untuk ganti karpet karena bau di ruang kerja. Tapi bukan minta ke orang lain. Saya juga nggak tahu siapa yang ngerjakan dan saya sangkain barang ini memang ada proyek,” ujar Jarmin.
Pernyataan normatif ini justru menguatkan indikasi bahwa renovasi dilakukan tanpa mekanisme resmi dan didanai oleh pihak ketiga yang memiliki kedekatan dengan lingkar kekuasaan.
Menanggapi isu ini, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Budi Prasetyo, mengingatkan bahwa setiap penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan dalam waktu maksimal 30 hari.
“Seharusnya lapor gratifikasi paling lama 30 hari setelah terima gratifikasi itu,” ujar Budi, Kamis (3/7/2025).
Ia menambahkan, KPK terus memantau seluruh wilayah Indonesia dan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait potensi korupsi, termasuk di Natuna.
“Kalau ada laporan masyarakat, kami tidak bisa memberikan informasi itu karena kami menjaga kerahasiaan pelapor,” jelasnya.
Pengamat hukum yang juga praktisi anti-korupsi, menilai kasus ini memiliki potensi besar sebagai dugaan gratifikasi terselubung. Jika benar renovasi dan perabotan mewah dibayar oleh pihak ketiga, dan dinikmati oleh pejabat negara tanpa laporan ke KPK, maka sudah terbentuk unsur pidana.
“Kalau pemberian itu dimaksudkan untuk memengaruhi keputusan atau memberi akses khusus kepada pengusaha, maka itu jelas gratifikasi yang bisa menjadi suap,” tegasnya.
Ia mendesak agar proses penyelidikan tidak hanya menyasar aspek administratif, tetapi juga motif ekonomi-politik di balik “pemberian” tersebut. MK-nang
Redaktur: Munawir Sani