Mengatasi Krisis Keuangan di Natuna: Tarik Dana Penyertaan Modal Solusinya?

BRK Syariah menyerahkan bantuan untuk masyarakat korban banjir.(Foto/ist)
Oleh : Hasonangan Lubis
Pemerintah Kabupaten Natuna dihadapkan pada persoalan serius terkait tunda bayar tahun 2024 yang mengancam stabilitas perekonomian daerah.
Kondisi ini membuat masyarakat resah, terlebih karena belum ada kejelasan konkret dari pemerintah daerah terkait jumlah utang dan jadwal pelunasannya.
Salah satu solusi yang dinilai cepat adalah menarik kembali dana penyertaan modal dari Bank Riau Kepri, yang tercatat senilai Rp32 miliar pada tahun 2021. Namun, langkah ini tidaklah sederhana.
Menurut PMK Nomor 89 Tahun 2024, dana kurang bayar untuk Kabupaten Natuna diperkirakan sebesar Rp103 miliar, tetapi harus dikurangi dengan lebih bayar sebesar Rp22 miliar, sehingga totalnya menjadi Rp81 miliar. Nominal ini tidak cukup untuk menutupi keseluruhan utang daerah yang belum diketahui pasti jumlahnya.
Mengapa Penarikan Dana Penting?
Penarikan dana penyertaan modal dari Bank Riau Kepri dapat membantu pemerintah membayar utang kepada pihak ketiga dan meringankan beban ekonomi masyarakat.
Meski demikian, langkah ini berpotensi mengorbankan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa dividen dari Bank Riau Kepri. Pada tahun 2021, pemerintah menerima dividen Rp8 miliar, yang jumlahnya berfluktuasi setiap tahun tergantung laba bank.
Dipenghujung pemerintahan Wan Siswandi bersama Rodhial Huda menghadapi dilema. Mereka harus menentukan apakah perlu mengorbankan dividen demi memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat.
Langkah ini dapat menjadi warisan positif bagi kepemimpinannya, meski konsekuensinya adalah kehilangan salah satu sumber pendapatan daerah.
Disisi lain, peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna dalam masalah ini juga menjadi sorotan. Ketua DPRD memilih sikap pasif terkait opsi penarikan dana penyertaan modal.
Padahal, DPRD memiliki tanggung jawab dalam penganggaran dana penyertaan modal, termasuk mendesak eksekutif untuk mengambil langkah cepat.
Sikap pasif ini menimbulkan spekulan. DPRD semestinya tidak hanya menunggu keputusan pemerintah pusat, namun harus proaktif meminta kejelasan terkait pembayaran dana kurang bayar dari Kementerian Keuangan.
Disinilah pentingnya kolaborasi antara legislatif dan eksekutif untuk menghadapi tantangan perekonomian yang dihadapi daerah saat ini.
Jika persoalan keuangan ini tidak segera diatasi, dampaknya bisa meluas akibat ketidakpuasan masyarakat dan menimbulkan gejolak sosial. Apalagi, keluhan datang tidak hanya dari masyarakat umum, tetapi juga pegawai pemerintah yang sudah terjebak dalam siklus gali lubang tutup lubang.
Ada yang menilai, penarikan dana penyertaan modal di Bank Riau Kepri dapat menjadi langkah konkret untuk mengatasi tunda bayar tahun 2024.
Namun sekali lagi keputusan ini memerlukan pertimbangan matang, kolaborasi antara eksekutif dan legislatif, serta komunikasi yang transparan kepada masyarakat.
Jika dibiarkan berlarut-larut, perekonomian Natuna berisiko lumpuh, dengan dampak sosial yang jauh lebih besar. Pemerintah harus segera bertindak agar kondisi ini tidak semakin memburuk.(*)