Tak Diminum Sesuai Aturan, Lama-lama Warga Indonesia Tak Manjur Diberi Antibiotik
IFRAME SYNC
-
IFRAME SYNC
JAKARTA (marwahkepri.com) – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, mengungkapkan tren resistensi antibiotik di Indonesia terus meningkat secara signifikan. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan, termasuk penjualan bebas antibiotik tanpa resep dokter.
“Pemantauan kami dari 2021 hingga 2023 menunjukkan sekitar 79,5 persen apotek di Indonesia masih memberikan antibiotik tanpa resep dokter. Artinya hanya 20 persen pemakaian yang sesuai dengan indikasi medis,” ujar Taruna dalam konferensi pers, Jumat (29/11/2024).
Data awal tahun 2024 menunjukkan tren ini masih berlanjut. BPOM pun menyerukan peringatan keras kepada apotek dan toko obat untuk mematuhi regulasi pemberian antibiotik. Pihaknya menegaskan bahwa pencabutan izin layanan dapat dilakukan jika pelanggaran terus terjadi.
Antibiotik adalah senjata utama melawan infeksi bakteri. Namun, penggunaan yang tidak tepat, seperti tidak mengikuti resep dokter atau tidak menghabiskan dosis yang dianjurkan, dapat memicu bakteri menjadi resisten. Taruna menyoroti potensi krisis kesehatan akibat resistensi antibiotik yang semakin meluas:
“Kami memperkirakan dalam lima hingga 10 tahun ke depan, banyak jenis antibiotik—termasuk generasi terbaru—tidak akan lagi efektif. Orang yang sakit apapun bisa meninggal bukan karena penyakit infeksinya, tetapi karena bakteri kebal terhadap obat yang tersedia,” tambahnya.
BPOM memprediksi kematian akibat resistensi antibiotik dapat mencapai lebih dari 10 juta kasus per tahun di Indonesia jika masalah ini tidak segera diatasi. Untuk menekan risiko tersebut, Taruna menekankan beberapa langkah utama:
Taruna mengingatkan, jika langkah ini tidak segera diambil, Indonesia akan menghadapi krisis kesehatan besar, dengan konsekuensi yang sulit dikendalikan.
“Ini bukan lagi peringatan, ini adalah bahaya besar. Antibiotik tidak boleh diperlakukan seperti permen atau suplemen. Dampaknya akan menghancurkan kesehatan masyarakat secara luas,” tutup Taruna. MK-mun/dtk
Redaktur: Munawir Sani