IFRAME SYNC

Ekonomi Kelas Menengah di Indonesia Terancam, Air Galon Jadi Penyebabnya?

Ilustrasi air galon jadi penyebab warga miskin di indonesia bertambah. (f: aksikata)

JAKARTA (marwahkepri.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melaporkan peningkatan jumlah masyarakat rentan miskin dan kelas menengah rentan di Indonesia. Pada 2024, jumlah masyarakat rentan miskin naik menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk, meningkat dari 54,97 juta orang pada 2019. Selain itu, kelompok kelas menengah rentan juga meningkat dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta orang dalam kurun waktu yang sama.

Perubahan ini mencerminkan penurunan yang signifikan dalam jumlah penduduk kelas menengah, yang turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan ini menjadi perhatian, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dampak jangka panjang pandemi Covid-19.

Menurut Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Keuangan dan ekonom senior, pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama penurunan kelas menengah di Indonesia. Selama pandemi, banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan atau mengalami kebangkrutan usaha, dan meskipun pandemi mereda, tantangan ekonomi lain seperti suku bunga tinggi dan inflasi terus menekan daya beli mereka.

Namun, yang menarik adalah penekanan Bambang pada kebiasaan konsumsi air kemasan, termasuk galon, sebagai salah satu faktor yang berkontribusi pada penurunan daya beli kelas menengah. Di negara-negara maju, masyarakat terbiasa mengonsumsi air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum tanpa harus membeli air kemasan, yang dalam jangka panjang dapat menggerus pendapatan secara signifikan.

“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol, dan segala macamnya,” kata Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran kecil sehari-hari yang dianggap sepele dapat berdampak besar terhadap stabilitas ekonomi rumah tangga, khususnya di kelas menengah.

Penurunan daya beli ini berisiko membuat kelas menengah turun ke kelompok yang lebih rendah, yaitu kelompok masyarakat rentan miskin atau aspiring middle class. Menurut Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, efek jangka panjang dari pandemi masih terasa dan mengancam ketahanan ekonomi kelas menengah di Indonesia.

Batas atas pengelompokan kelas menengah pada 2024 adalah 17 kali lipat dari garis kemiskinan, atau sekitar Rp 9,90 juta per bulan. Namun, pengeluaran mayoritas kelas menengah kini hanya sedikit di atas batas bawah kelompok tersebut, yang menunjukkan semakin sempitnya jarak antara kelas menengah dan kelompok rentan miskin.

Selain faktor ekonomi, kebiasaan buruk seperti judi online juga disebut-sebut berkontribusi pada melemahnya ekonomi kelas menengah. Dengan sifatnya yang adiktif, judi online dapat dengan cepat menguras pendapatan dan menjerumuskan seseorang ke dalam kemiskinan.

Secara keseluruhan, kelas menengah di Indonesia berada di persimpangan yang kritis. Tantangan yang dihadapi tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti pandemi dan inflasi, tetapi juga dari kebiasaan konsumsi yang mungkin dianggap sepele namun memiliki dampak jangka panjang yang signifikan. Jika tren ini terus berlanjut, kelas menengah yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia bisa semakin tergerus, bahkan jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

IFRAME SYNC
-
mgid.com, 846953, DIRECT, d4c29acad76ce94f