Hijrah Menuju Indonesia Emas
Jakarta – “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisaa’ [4]: 100).
Indonesia telah mencanangkan Visi Indonesia Emas 2045, sebuah gagasan ambisius yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada tahun 2045, bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia (Lihat: The Golden Vision of Indonesia 2045, Bappenas). Visi ini dibangun berdasarkan empat pilar utama yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
- Pembangunan ekonomi berkelanjutan
- Pemerataan pembangunan
- Pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan (Lihat: 4 Pilar Visi Indonesia 2045, indonesiabaik.id)
Dalam rangka menyambut Indonesia Emas, kita perlu menghidupkan spirit hijrah pada awal Tahun Baru Islam Hijriah 1446 H yang baru kita peringati. Hijrah hakekatnya adalah spirit membangun masa depan yang lebih baik.
Asal Usul dan Makna Hijrah
Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya’la meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Ia meminta keluarganya membawanya kepada Rasulullah saw dan mengeluarkannya dari negeri orang-orang musyrik. Namun, ia wafat di perjalanan sebelum sampai kepada Nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut (At-Tafsir Al-Munir, Dr. Wahbah Az-Zuhaili V/227 dan Tafsir Ibnu Katsir II/92).
Dalam Tafsir Al-Qurthubi (V/349), disebutkan bahwa Junda’ bin Dhamrah, seorang yang tertindas di Mekkah, sakit dan meminta keluarganya untuk membawanya keluar dari Mekah setelah mendengar perintah hijrah. Ia meninggal dalam perjalanan di Tan’im, dan Allah menurunkan ayat mengenai hijrah.
Secara etimologis, hijrah berasal dari kata dasar ha ja ra, yang berarti putus atau meninggalkan sesuatu, seperti dalam sabda Nabi saw, “Tidak halal bagi seorang mukmin menghajr (memutus hubungan) saudaranya lebih dari tiga hari” (HR Muslim, no. 2561). Dalam tinjauan bahasa, hijrah berarti meninggalkan kebiasaan buruk dan menjauhi kezaliman.
Secara terminologis, hijrah didefinisikan sebagai meninggalkan kebiasaan dan adat istiadat yang tidak baik serta menjauh dari dosa untuk berada di jalan kebenaran.
Urgensi Hijrah dalam Kehidupan Muslim
Hijrah sangat penting dalam Islam, dengan penyebutannya dalam Al-Qur’an sebanyak sekitar 29 kali. Hijrah sering disandingkan dengan iman, sabar, dan jihad, menunjukkan kedudukannya yang sangat tinggi.
Contoh penyandingan hijrah dengan iman dapat ditemukan dalam firman Allah, “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman” (QS Al-Anfaal [8]: 74).
Hijrah juga disebut bersanding dengan sabar, seperti dalam firman Allah, “Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS An-Nahl [16]: 110).
Keutamaan Hijrah
Hijrah membawa banyak keutamaan, termasuk:
- Tempat hijrah yang luas dan selamat dari keburukan.
- Rezeki yang melimpah.
- Jaminan pahala jika wafat dalam perjalanan hijrah.
- Pengampunan dan rahmat dari Allah.
- Derajat yang tinggi di sisi Allah (QS At-Tawbah [9]: 20).
- Ridha dan surga Allah yang kekal di dalamnya (QS At-Tawbah [9]: 21-22).
Untuk itu, mari kita bertekad untuk berhijrah menyongsong Indonesia Emas 2045 dengan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, meninggalkan kebiasaan buruk dan hal-hal negatif lainnya. Seperti sabda Nabi saw, “Orang berhijrah (yang sejati) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah” (HR Bukhari no. 9 dan 6003).(mk/dtc)