Gen Z di Indonesia Banyak Menganggur, Ini Kata Menaker

Ilustrasi pencari kerja. (Foto: UGM)
JAKARTA (marwahkepri.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 2023 dari total 44,47 juta orang dalam kelompok usia 15-24 tahun di Indonesia, terdapat sekitar 9,9 juta pemuda yang tidak terlibat dalam aktivitas produktif.
Sebagian besar dari mereka adalah bagian dari Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 dan kini berusia 12-27 tahun, yang seharusnya berada dalam masa produktif mereka.
Dari 9,9 juta pemuda tersebut, sebanyak 5,73 juta orang merupakan perempuan muda, sedangkan 4,17 juta orang merupakan laki-laki muda. Mereka masuk ke dalam kategori Not in Employment, Education and Training (NEET), atau tidak bersekolah, tidak bekerja, dan tidak sedang mengikuti pelatihan. Pemuda yang masuk kategori NEET mencapai 22,25 persen dari total populasi usia tersebut secara nasional.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z.
Menurut Ida, salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran adalah ketidakcocokan antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri pasar tenaga kerja.
“Didapati miss-match (ketidakcocokan), jadi output dari pendidikan vokasi belum mampu berkesesuaian dengan kebutuhan pasar kerja,” kata Ida dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Selain itu, banyak Gen Z yang masih dalam proses mencari pekerjaan, sehingga turut menyumbang angka pengangguran. Ida juga menyoroti bahwa lulusan SMK merupakan penyumbang terbesar angka pengangguran di kalangan Gen Z, mencapai sekitar 8,9 persen.
“Pengangguran kita ini terbanyak disumbangkan dari lulusan SMK, anak-anak lulusan SMA, ini terjadi karena adanya miss-match,” ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 mengenai Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Peraturan ini mengharuskan pendidikan dan pelatihan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri.
Ida menjelaskan bahwa peraturan tersebut juga mendorong adanya kerjasama antara pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), untuk menghadirkan tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah. MK-mun
Redaktur: Munawir Sani