Menteri Bahlil Cerita Pengalamannya ke Rempang, Sebut Kini Mulai Membaik
JAKARTA (marwahkepri.com) – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menceritakan pengalamannya saat turun langsung ke Rempang, Kota Batam di tengah konflik yang terjadi akibat pembebasan lahan Rempang Eco-City.
“Saya di Rempang itu turun sendiri lho, pertama itu memang miskomunikasi, tapi setelah itu pemerintah turun, saya turun sampai 2-3 kali dan sekarang alhamdulillah Rempang sudah mulai membaik,” kata Bahlil kepada wartawan di kantornya, Jumat (20/10/2023).
Saat turun langsung ke Rempang dan melihat kondisinya, Bahlil menilai pemberitaan tentang Rempang banyak yang berlebihan. Ia mengaku saat ke sana dengan santainya tidak membawa ajudan.
“Yang diberitakan itu tidak separah itu lah, saya turun ke rakyat kok, saya makan di rumah toko-toko warga, saya datang ke masjid, tidak bawa ajudan di hari pertama saya datang pakai mobil Avanza. Yang diberitakan itu terlalu lebay, saya jujur aja mengatakan itu. Bahkan ada beberapa desain-desain, foto-foto yang seolah-olah itu di Rempang, kemudian menjadi pemberitaan, opo ini,” tuturnya.
Bahlil menyayangkan banyaknya pemberitaan tidak menyenangkan tentang Rempang. Pasalnya hal itu dapat berpengaruh terhadap minat investor untuk masuk dalam pusat industri baru tersebut.
“Itu secara investasi merugikan negara kita. Saya tidak bicara politik ya, di dunia mana pun, di negara mana pun, apabila terjadi kesalahan di negara internal mereka yang terkait dengan ekonomi dan investasi, sedemikian rupa ada kerja sama dengan pemerintah dan masyarakatnya untuk berkoordinasi meningkatkan nasionalisme untuk menjaga agar informasi itu tidak terlalu menjadi bias,” jelasnya.
Untuk itu, selama di Rempang, Bahlil mengaku banyak berbicara baik-baik dengan warga. Kepada warga yang menolak, dijelaskan secara detail terkait tujuan dan manfaat yang diperoleh masyarakat jika dibangun kawasan industri di Rempang.
“Saya ajak ngobrol mereka baik-baik, saya bilang ini begitu dilakukan, bapak/ibu bergeser, ini akan dibangun industri, tapi kita akan kasih rumah yang baik, tanah 500 meter SHU, rumah tipe 45, kemudian sampai masa tunggu kita kasih Rp 1,2 juta per orang. Kalau 1 KK 4 orang, itu dia dapat Rp 4,8 juta biaya hidup, tambah Rp 1,2 juta biaya kontrak rumah, (jadi) Rp 6 juta,” jelasnya.
Berdasarkan datanya, saat ini hampir 60-an KK di Rempang sudah dipindah dan hampir 500 KK mendaftar bersedia untuk digeser secara sukarela. Realisasi itu mencapai 50 persen lebih dari 900 KK yang ada.
“Memang kita komunikasi sama rakyat ini kan harus baik, harus butuh waktu, kita bicara baik-baik. Kalau mereka belum mau itu karena belum ada penjelasan yang mungkin belum dimengerti. Kayak nenek di Pasir Panjang, nenek Tima, saya datang ngobrol, begitu saya datang, tiga hari balik ke Jakarta, sudah pindah nenek Tima-nya,” imbuhnya. MK-mun/dtk
Redaktur: Munawir Sani