Ancaman Terhadap Kebahagiaan Pernikahan, Kebiasaan Buruk yang Perlu Diwaspadai
Jakarat (Marwahkepri.com) – Hubungan baik sangat penting dalam rumah tangga karena bisa memberi Anda cinta dan koneksi untuk membantu tumbuh lebih baik sebagai pasangan atau pribadi.
Tapi terkadang masalah dari luar seperti kebiasaan buruk dan tak sehat mempengaruhipernikahan. Terapis pun mengungkapkan ancaman-ancaman pada kebahagiaan pernikahan.
Yang pertama adalah membandingkan hubungan dengan orang lain. Sekali-kali, kebiasaan ini memang bisa menjadi motivasi dan tolok ukur kebahagiaan sendiri. Tapi bila terlalu sering melakukannya, justru membahayakanrumah tangga sendiri.
“Meski beberapa perbandingan bisa bermanfaat, terlalu membandingkan bisa berakibat negatif,” kata terapis keluarga dan pernikahan Abigail Makepeace kepada HuffPost.
Yang kedua soal anak. Riset menunjukkan banyak pernikahan yang justru berkurang kebahagiaannya setelah kehadiran anak, terutama pada tahun pertama setelah melahirkan. Anak memang memberi kebahagiaan pada suami istri tapi di sisi lain juga bisa membuat stres, terutama jika memikirkan bagaimana membesarkan mereka.
Hal lain yang juga mempengaruhi kebahagiaan adalah keinginan agar hubungan tak pernah berubah. Kebanyakan orang ingin hubungan mereka semanis di awal-awal pacaran atau menikah dan lupa memikirkan bagaimana kelak di 10 atau 50 tahun kemudian. Menurut terapis Lauren Bailey, banyak yang tak siap menghadapi perubahan pasangan, biasanya terkait pekerjaan. Mereka melihat pasangan sebagai orang berbeda.
Kurang menghabiskan waktu berdua karena kesibukan juga bisa berpengaruh. Akibatnya, masing-masing merasa seperti orang asing sehingga rentan menyebabkan keretakan dan perselingkuhan. Padahal menghabiskan 15-20 menit khusus untuk bercengkerama sudah membantu. Pasangan bisa berbagi cerita, stres, kesedihan, dan lainnya.
Pemicu lain adalah menyalahkan pasangan atas ketidakbahagiaan. “Meski tak ada maksud tertentu, orang sering menumpahkan kekecewaan dan amarah pada pasangan, atau menjadikan mereka kambing hitam atas kegagalan,” jelas Makepeace.
Yang tak kalah penting, Anda dan pasangan tak pernah meminta bantuan atau dukungan untuk mengatasi masalah karena percaya bisa menyelesaikan sendiri. Mereka enggan melibatkan terapis, pakar perkawinan, atau psikolog untuk membantu menyelesaikan masalah.(mk/Tempo)